
Mulai 27 Oktober 2025, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) memberlakukan kebijakan baru dalam sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
Kini, setiap pengajuan perubahan data Perseroan Terbatas (PT) tidak lagi cukup melalui unggahan dokumen otomatis semata, melainkan harus melewati tahapan verifikasi substantif.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh data yang tercatat dalam sistem AHU terutama terkait perubahan pengurus, pemegang saham, maupun peralihan saham benar-benar valid, sah, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kebijakan ini sekaligus menjadi upaya pemerintah meningkatkan integritas data badan hukum di Indonesia, serta mencegah adanya manipulasi atau ketidaksesuaian informasi dalam pencatatan perseroan.
Dengan diberlakukannya verifikasi substantif ini, baik notaris maupun pelaku usaha diharapkan dapat lebih cermat dalam menyiapkan dokumen pendukung perubahan agar proses pengesahan tidak tertunda.

Kebijakan verifikasi substantif dalam sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) merupakan aturan baru yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), dan mulai berlaku efektif pada 27 Oktober 2025.
Secara sederhana, verifikasi substantif adalah proses pemeriksaan menyeluruh terhadap kebenaran isi dan keaslian dokumen yang diajukan dalam permohonan perubahan data Perseroan Terbatas (PT).
Artinya, tidak hanya memeriksa kelengkapan berkas secara administratif, tetapi juga menilai substansi atau isi dokumen hukum seperti akta perubahan, keputusan RUPS, daftar pemegang saham, maupun identitas pengurus perusahaan.
Sebelumnya, sistem SABH hanya menerapkan verifikasi administratif, di mana data perubahan dapat langsung dicatat setelah dokumen diunggah dan dinyatakan lengkap oleh sistem.
Namun dengan aturan baru ini, setiap permohonan perubahan akan diperiksa secara manual oleh petugas Ditjen AHU untuk memastikan keabsahan dan kesesuaian dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2025 tentang “Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi” (berlaku sejak 4 Februari 2025);
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2025 yang memuat ketentuan-terkait pemblokiran dan perubahan pemegang saham/kepengurusan badan hukum.

- Perubahan data pengurus (direksi dan/atau komisaris) badan hukum.
- Perubahan pemegang saham, termasuk peralihan saham dan pergantian nama pemegang saham.
- Perubahan lain yang terkait dengan status badan hukum dalam sistem (tergantung dokumen pendukung).

- Pencatatan perubahan data tetap dilakukan melalui sistem SABH online, namun kini tambahan mekanisme verifikasi akan diterapkan oleh Ditjen AHU.
- Notaris dan pemohon perubahan data harus menyiapkan dokumen pendukung lengkap agar verifikasi dapat dilakukan.
- Jika verifikasi substantif menyatakan ada ketidaksesuaian atau dokumen kurang lengkap, maka perubahan data bisa tertunda atau dibatalkan sesuai kebijakan Ditjen AHU.

- Menjaga keakuratan dan validitas data badan hukum yang tercatat di SABH.
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap data korporasi yang diterbitkan pemerintah.
- Mencegah terjadinya penyalahgunaan data atau manipulasi dokumen hukum dalam perubahan kepengurusan maupun kepemilikan perusahaan.
- Memperkuat kepatuhan hukum (legal compliance) baik dari sisi notaris maupun pihak perusahaan.

Pascapendaftaran : Perusahaan yang akan melakukan perubahan data pengurus/pemegang saham harus memperhitungkan waktu tambahan untuk verifikasi — jangan hanya mengandalkan proses sistem otomatis semata.
Notaris : Harus memastikan seluruh dokumen akta perubahan, persetujuan pemegang saham, dan bukti identitas telah sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan agar tidak ada hambatan dalam verifikasi.
Pemegang saham / pemilik perusahaan : Kewaspadaan terhadap perubahan internal yang tidak dilaporkan atau dilaporkan dengan data tidak benar, karena bisa tertunda atau ditolak pencatatannya.
Compliance risiko : Ketidaksesuaian data yang masuk dalam sistem AHU bisa berdampak pada status badan hukum atau kredibilitas perusahaan di mata mitra, investor, maupun regulator.

- Mulai tanggal 27 Oktober 2025, setiap perubahan data badan hukum/PT melalui SABH wajib melewati verifikasi substantif.
- Perubahan pengurus dan/atau pemegang saham termasuk yang akan menjadi fokus verifikasi utama.
- Notaris dan pemohon wajib mempersiapkan dokumen lengkap dan akurat agar proses tidak tertunda.
- Perusahaan perlu menyesuaikan timeline internal perubahan agar sesuai dengan tambahan waktu verifikasi.

- Sebaiknya menghubungi notaris lebih awal bila akan melakukan perubahan data penting, untuk memastikan persiapan dokumen memenuhi persyaratan verifikasi.
- Pastikan identitas pengurus/pemegang saham, akta perubahan, bukti persetujuan saham/rapat, dan data pendukung lainnya sudah lengkap dan sesuai dengan database Ditjen AHU.
- Simpan bukti permohonan dan status verifikasi dalam sistem SABH sebagai dokumentasi internal perusahaan.
- Monitor status permohonan perubahan melalui sistem online SABH, dan jika ada kendala/discrepancy segera komunikasikan ke Ditjen AHU.

Mulai 27 Oktober 2025, setiap perubahan data penting—seperti pengangkatan direksi, komisaris, perubahan pemegang saham, atau peralihan saham—tidak lagi cukup melalui unggahan administratif semata, tetapi harus melewati pemeriksaan substansi dokumen oleh petugas Ditjen AHU.
Secara keseluruhan, verifikasi substantif di SABH merupakan bagian dari transformasi digital hukum yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga substantif membangun ekosistem bisnis yang lebih aman, tertib, dan terpercaya.
Bagi notaris, pemegang saham, dan pengurus perusahaan, aturan ini menjadi pengingat penting untuk lebih disiplin dalam menyiapkan dan melaporkan setiap perubahan struktur maupun kepemilikan perusahaan. Ketelitian dan kepatuhan dalam proses hukum kini menjadi kunci agar proses verifikasi berjalan lancar tanpa penundaan.