Info
Up to 20 KBLI Bidang Usaha, Buka rekening Bank, Kartu nama Semua Direktur, Stempel perusahaan
  October 16, 2025     11:42  
980 79



Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko membawa perubahan substantif pada tata kelola perizinan usaha di Indonesia. 

Bagi pelaku UMK (Usaha Mikro dan Kecil) dan pelaku usaha menengah, pembaruan ini berimplikasi pada cara memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB), jenis dokumen yang wajib disiapkan (termasuk dokumen lingkungan), mekanisme penerbitan melalui OSS (Online Single Submission) RBA, serta kewajiban pelaporan dan kepatuhan yang lebih tegas.

Artikel ini menjabarkan isi penting PP 28/2025, dampaknya pada NIB dan perizinan UMK, serta hal teknis yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha. 



PP 28/2025 mengatur penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) — yaitu pendekatan dimana jenis perizinan, persyaratan, frekuensi dan kualitas pengawasan disesuaikan dengan tingkat risiko kegiatan usaha.

Tujuannya adalah menghadirkan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, dan efisiensi administrasi bagi pelaku usaha tanpa mengurangi perlindungan publik dan lingkungan. 


Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (ditetapkan 5 Juni 2025) menjadi rujukan utama pelaksanaan PBBR. 

Implementasi teknis dan integrasi layanan dijalankan melalui Sistem OSS RBA yang dikelola Kementerian Investasi (BKPM/Kementerian Investasi dan Hilirisasi) ada pengumuman masa peralihan/penyesuaian OSS pada 3 Oktober 2025. 

Selain itu terdapat peraturan pelaksana dan peraturan sektoral/teknis yang sedang disiapkan atau diterbitkan untuk mengatur rincian (mis. persyaratan teknis, matrix kewenangan, SLA).



Latar belakang:
pengalaman praktik perizinan sebelumnya menunjukkan hambatan administratif, tumpang-tindih kewenangan antara pusat dan daerah, serta lamanya proses penilaian dokumen (terutama dokumen lingkungan).

PP 28/2025 hadir untuk menyempurnakan PP terdahulu (mis. PP 5/2021) dan menegaskan peran OSS sebagai pusat layanan terintegrasi. 

Tujuan utama:
  1. Menjamin kepastian/percepatan layanan perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko.
  2. Menyederhanakan persyaratan dan mekanisme (digitalisasi penuh).
  3. Menguatkan integrasi pusat-daerah, memperjelas kewenangan, dan menegaskan standar pelaksanaan serta SLA. 



Ruang Lingkup
Meliputi semua tahapan perizinan berusaha: pendaftaran pelaku usaha, penerbitan NIB, penerbitan persetujuan teknis/lingkungan, dan pengawasan setelah penerbitan izin. PP 28/2025 juga memperluas atau menyesuaikan sektor-sektor yang terikat aturan perizinan berbasis risiko. 

Konsep Utama
Pengelompokan tingkat risiko (Rendah, Menengah-Rendah, Menengah-Tinggi, Tinggi), penerapan persyaratan dasar, kewajiban dokumen pelaksanaan untuk tingkat tertentu, dan integrasi penuh proses ke OSS RBA. 


Beberapa perubahan dan inovasi yang paling berdampak:
  1. Penerapan OSS RBA sebagai pusat tunggal untuk pendaftaran NIB dan pengajuan persyaratan lingkungan/teknis mengurangi kebutuhan tatap muka dan dokumen fisik. OSS juga berperan menerbitkan beberapa persetujuan atas nama instansi terkait.
  2. Pembagian kategori risiko yang lebih tegas dan kaitannya langsung dengan jenis dokumen yang diperlukan (mis. SPPL, UKL–UPL, AMDAL). Ini menentukan apakah suatu kegiatan cukup dengan NIB + SPPL (otomatis) atau memerlukan UKL–UPL/AMDAL dengan proses penilaian.
  3. Sistem satu dokumen lingkungan untuk multi-KBLI (jika kegiatan terintegrasi di satu lokasi) mengurangi duplikasi dokumen untuk pelaku usaha yang menjalankan beberapa kegiatan. Namun jika salah satu KBLI memerlukan AMDAL, seluruh paket akan mengikuti ketentuan AMDAL.
  4. Batas waktu penilaian (SLA) dan otomatisasi untuk beberapa jenis persetujuan (contoh: SPPL dapat diproses otomatis), sehingga mempercepat penerbitan perizinan bagi pelaku usaha berisiko rendah dan menengah-rendah. 

NIB tetap wajib. Setiap pelaku usaha harus memiliki 1 (satu) NIB sebagai identitas usaha. Pendaftaran NIB dilakukan melalui OSS. Ketidakhadiran NIB berarti operasional berisiko menyalahi aturan. 

Penentuan tingkat risiko KBLI sebelum menyiapkan dokumen, pastikan KBLI yang dipakai ditentukan dengan benar karena akan menentukan apakah cukup SPPL, UKL–UPL, atau AMDAL. Konsultasikan dengan DPMPTSP/OSS bila ragu. 
Untuk UMK: kemungkinan banyak kegiatan masuk kategori risiko rendah atau menengah-rendah, sehingga proses lebih cepat  tetapi harus memastikan kelengkapan data dan kesesuaian lokasi. 

Kepatuhan tenant di kawasan industri/KEK walaupun kawasan induk punya dokumen lingkungan, tenant tetap berkewajiban memenuhi dokumen lingkungan sesuai skala kegiatannya. 



OSS RBA menjadi pintu tunggal pendaftaran NIB, pengajuan persyaratan teknis, dan dokumen lingkungan.

Mulai masa peralihan Oktober 2025 OSS menyesuaikan fitur-fiturnya untuk PP 28/2025 (pengumuman resmi per 3 Oktober 2025).
OSS juga dapat menerbitkan persetujuan atas nama kementerian/lembaga tertentu sesuai matriks kewenangan yang ditetapkan PP. 

Manfaat praktis: pelaku usaha dapat memproses pendaftaran NIB dan permohonan persetujuan lingkungan/teknis secara paralel atau terkoordinasi, memonitor status, dan menerima notifikasi elektronik saat dokumen diterbitkan. Namun pelaku usaha harus manusiawi menyiapkan dokumen elektronik lengkap (PDF, peta, dll) agar tidak tertolak. 


PP 28/2025 mempertegas ketentuan dokumen lingkungan:

SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup)

Umumnya untuk kegiatan yang tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan; dapat diterbitkan secara otomatis melalui OSS bila persyaratan terpenuhi. 

UKL–UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan

Upaya Pemantauan Lingkungan): untuk kegiatan dengan potensi dampak yang lebih besar daripada kategori SPPL namun tidak sampai membutuhkan AMDAL; ada mekanisme penilaian yang lebih cepat dan batas waktu penilaian ditetapkan lebih tegas. 

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

Wajib untuk kegiatan dengan dampak penting terhadap lingkungan; PP 28/2025 menegaskan proses penilaiannya tetap melalui instansi lingkungan hidup tetapi terintegrasi melalui OSS dalam mekanisme pengajuan dan monitoring. Jika salah satu KBLI mewajibkan AMDAL, itu akan menaikkan standar dokumen untuk keseluruhan paket kegiatan. 

Catatan penting: PP 28/2025 membuka kemungkinan pengajuan dokumen lingkungan secara paralel dengan permohonan lain (mis. perizinan teknis), sehingga proyek tidak selalu tertunda menunggu satu persetujuan selesai terlebih dahulu asalkan ketentuan teknis terpenuhi. Namun dokumen yang tidak lengkap akan memperlambat proses. 



PP 28/2025 mengatur waktu maksimal penilaian untuk berbagai produk perizinan/persetujuan (SLA), dan membedakan mekanisme penerbitan dalam kondisi normal maupun bila perlu perbaikan dokumen:

SPPL

pada banyak kasus diproses otomatis (instan/otomatis) jika syarat terpenuhi; ini sangat membantu UMK yang proses perizinannya basajan. 

UKL–UPL / Persetujuan Lingkungan lainnya

Ditetapkan batas waktu penilaian yang lebih tegas (mis. beberapa jam hingga beberapa hari untuk tahap verifikasi awal dalam kondisi dokumen lengkap), dan ada alur perbaikan jika dokumen perlu dilengkapi. 

Izin-izin berisiko tinggi

Tetap memerlukan verifikasi lebih mendalam dan kemungkinan inspeksi lapangan; SLA untuk jenis ini lebih panjang karena verifikasi substansial diperlukan. 

Pelaku usaha harus selalu memantau status permohonan lewat OSS karena penolakan/permintaan perbaikan akan berdampak pada time-to-market usaha. 



Salah satu semangat PP 28/2025 adalah mencegah permintaan persyaratan tambahan yang tidak relevan oleh instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang dapat menjadi hambatan administratif.
Persyaratan hanya boleh berdasarkan matriks risiko dan persyaratan dasar yang diatur; jika instansi meminta dokumen di luar ketentuan, pelaku usaha dapat merujuk pada PP dan mekanisme pengaduan yang tersedia. 



PP 28/2025 tetap menegakkan sanctions administratif bagi pelanggaran (mis. operasi tanpa NIB, pelanggaran ketentuan dokumen lingkungan, atau pemalsuan dokumen).

Sanksi meliputi teguran administratif, pembekuan, hingga pencabutan izin dan/atau denda sesuai ketentuan sektoral. 
Kepatuhan berkelanjutan: pelaku usaha diwajibkan melakukan pengelolaan & pemantauan lingkungan sesuai dokumen (SPPL/UKL–UPL/AMDAL) dan melaporkan hasil pemantauan ke OSS atau instansi terkait sesuai frekuensi yang ditetapkan.

Ketidakpatuhan berpotensi berujung pada tindakan pengawasan/pembinaan. 



Proses lebih cepat untuk kegiatan berisiko rendah: UMK yang masuk kategori risiko rendah kemungkinan besar memperoleh NIB dan persetujuan lingkungan (SPPL) lebih cepat dan otomatis. Ini menurunkan biaya dan waktu awal usaha. 

Kebutuhan administrasi digital: semua proses harus dilakukan lewat OSS siapkan akun, dokumen elektronik (format yang diminta), serta data lokasi/KIB/Kode KBLI yang tepat. 

Perhatian pada KBLI dan lokasi usaha: KBLI yang salah/penentuan risiko yang salah dapat menyebabkan kewajiban dokumen yang lebih berat (mis. AMDAL) biaya dan waktu bertambah. Pastikan konsultasi awal bila ragu. 

Pemilik toko/tenant di kawasan: pastikan memahami apakah kawasan sudah memiliki persetujuan lingkungan induk dan apakah tenant tetap perlu dokumen sendiri umumnya tenant tetap perlu menyesuaikan skala kegiatannya. 



Daftar NIB di OSS sekarang jika belum punya jadi identitas usaha Anda terekam dan dapat mengakses layanan perizinan. 

Tentukan KBLI yang benar dan identifikasi kategori risikonya; bila perlu konsultasi ke DPMPTSP atau konsultan berizin. 

Siapkan dokumen digital: KTP pemilik, NPWP, denah/peta lokasi, dan dokumen teknis sederhana yang mendukung penilaian awal (terutama untuk SPPL/UKL–UPL). 

Pantau OSS: status permohonan, permintaan perbaikan, dan notifikasi SLA — jangan tunggu panggilan manual. 

Catat kewajiban pasca-terbit: pelaporan pemantauan lingkungan (jika berlaku), pemenuhan syarat teknis, dan pembaruan NIB bila ada perubahan kegiatan. 



PP 28 Tahun 2025 menandai fase berikutnya dari reformasi perizinan berusaha di Indonesia: lebih digital, lebih berbasis risiko, dan lebih terintegrasi lewat OSS RBA. 

Bagi UMK, ini berpotensi memudahkan akses perizinan (terutama untuk kegiatan risiko rendah), mempercepat penerbitan NIB, dan mengurangi beban administratif asalkan pelaku usaha menyiapkan dokumen yang lengkap, memilih KBLI yang tepat, dan mematuhi kewajiban lingkungan/teknis yang berlaku. 
Namun pelaku usaha juga harus waspada: pelanggaran administrasi atau dokumen tidak lengkap tetap berisiko pada penundaan atau sanksi. 

Untuk kepastian teknis pada kasus tertentu (mis. apakah suatu KBLI butuh AMDAL atau cukup SPPL), rujuk langsung ke PP 28/2025 dan OSS, serta mintalah pendampingan dari DPMPTSP setempat atau konsultan lingkungan. 
Penulis : Prisca Kesuma Wardhani