Info
Up to 20 KBLI Bidang Usaha, Buka rekening Bank, Kartu nama Semua Direktur, Stempel perusahaan
  November 28, 2025     12:12  
980 79




Perilaku usaha mikro dan kecil di Indonesia selama ini sering menghadapi tantangan birokrasi dalam pengurusan izin usaha mulai dari kerumitan persyaratan, lamanya proses, hingga ketidakpastian hukum dan regulasi yang bertumpuk.

Untuk merespons masalah ini dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi berbagai skala usaha, pemerintah pada 5 Juni 2025 mengesahkan PP 28 Tahun 2025, yang menjadi regulasi baru penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

Bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang selama ini sering terkendala oleh birokrasi, biaya, dan ketidakpastian regulasi ini berpeluang menjadi pintu menuju kemudahan dan kepastian hukum.

Namun, seperti regulasi baru pada umumnya, ada banyak aspek yang berubah: prosedur, klasifikasi, syarat, hingga cara pengawasan.

Artikel ini bertujuan mengulas secara mendalam implikasi PP 28/2025 terutama terhadap usaha mikro dan kecil serta memberi gambaran potensi manfaat dan tantangan yang mungkin muncul.


PP 28/2025 mengatur sistem perizinan berusaha berbasis risiko dikenal dengan istilah Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR). 

Dalam PBBR, tidak semua usaha akan diperlakukan sama. Legalitas usaha apakah dibutuhkan izin penuh, hanya NIB (Nomor Induk Berusaha), atau sekadar persetujuan dasar akan ditentukan berdasarkan hasil analisis risiko dari kegiatan usaha tersebut: seberapa besar potensi dampak kesehatan, keselamatan, lingkungan, atau aspek lain yang melekat pada usaha. 

Dengan pendekatan ini, usaha berisiko rendah bisa memperoleh izin dengan prosedur lebih ringan, sedangkan usaha dengan tingkat risiko lebih tinggi tetap diawasi dengan persyaratan dan prosedur ketat.

PP 28/2025 resmi ditetapkan pada 5 Juni 2025. 

  1. Regulasi ini merupakan bagian dari implementasi konsep kemudahan berusaha dan simplifikasi perizinan yang diamanatkan oleh kebijakan nasional, sebagai penyempurnaan dari regulasi sebelumnya.
  2. PP 28/2025 mencakup seluruh aspek perizinan berusaha berbasis risiko: persyaratan dasar; perizinan berusaha; izin usaha untuk menunjang kegiatan usaha kecil (UMKU); norma, standar, prosedur, kriteria; layanan sistem OSS; hingga pengawasan dan evaluasi. 

Dengan demikian PP 28/2025 adalah payung hukum terbaru bagi penyelenggaraan perizinan usaha berbasis risiko di Indonesia.



Penerapan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR) terhadap Skala Modal Mikro dan Kecil (termasuk aturannya)


Bagaimana regulasi dan mekanisme KKKPR ini diterapkan dan apa artinya bagi usaha mikro & kecil? Berikut ini poin-poin pentingnya:

Apa itu KKKPR dalam konteks PP 28/2025

  1. Di bawah PP 28/2025, untuk menjalankan kegiatan usaha, tidak cukup hanya izin berusaha biasa; aspek kesesuaian ruang dan lokasi juga menjadi bagian penting. Di sinilah KKKPR berperan.
  2. KKKPR adalah konfirmasi bahwa rencana lokasi usaha sesuai dengan ketentuan tata ruang khususnya sesuai dengan peta zoning/ zonasi sebagaimana tercantum dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah terintegrasi dengan sistem perizinan. 

Mekanisme dan Prosedur

Jika usaha Anda berada di lokasi dengan RDTR terintegrasi: Anda bisa mengajukan konfirmasi KKKPR. Sistem OSS akan mengecek kesesuaian lokasi secara otomatis terhadap data RDTR.

Jika sesuai → KKKPR disetujui; jika tidak sesuai → ditolak.

Persetujuan atau penolakan bersifat otomatis dan tercatat secara elektronik.

Contoh RDTR tidak sesuai


Jika RDTR untuk lokasi Anda belum tersedia/ belum terintegrasi, Anda bisa mengajukan persetujuan KKKPR secara manual dengan mengirimkan dokumen koordinat lokasi, luas lahan, rencana pemanfaatan ruang/bangunan, penguasaan tanah, dan dokumen pendukung lainnya.

Setelah diverifikasi dan memenuhi syarat, persetujuan akan dikeluarkan.

Dalam banyak kasus, untuk usaha mikro/kecil terutama usaha kecil dengan modal kecil dan aktivitas skala kecil asalkan lokasi jelas dan jenis usaha sederhana, KKKPR lewat konfirmasi bisa menjadi proses ringan yang memfasilitasi perizinan usaha lebih mudah.

Implikasi bagi Usaha Mikro & Kecil

  1. Bagi usaha kecil atau mikro yang memiliki lokasi usaha warung, toko kelontong, bengkel kecil, dsb jika lokasi tersebut sesuai zonasi (misalnya zona komersial/perdagangan di RDTR), maka cukup dengan KKKPR (konfirmasi) → mempercepat proses perizinan, mengurangi biaya dan waktu dibanding perizinan tradisional.
  2. Legalitas yang lebih mudah diakses akan meningkatkan kepastian usaha: pelaku UMK tidak perlu khawatir bahwa usaha mereka ilegal ini penting untuk akses perbankan, pembiayaan, atau ekspansi usaha.
  3. Sistem digital lewat OSS + KKKPR memungkinkan pelaku usaha mikro/kecil yang belum terbiasa birokrasi bisa mengurus izin dengan lebih sederhana, tanpa prosedur panjang.
Dengan demikian, KKKPR bila diimplementasikan dengan baik bisa jadi jembatan agar para pelaku UMK mendapat legalitas usaha secara cepat, ringan, dan transparan.


Risiko yang Terjadi dengan Adanya Penerapan KKKPR
Meskipun banyak potensi manfaat, penerapan mekanisme KKKPR juga membawa sejumlah risiko dan tantangan terutama bagi pelaku usaha mikro/kecil. Berikut tantangan dan risiko yang perlu diwaspadai:
  1. Ketergantungan pada data RDTR dan sistem digital: Jika peta RDTR belum lengkap atau belum terintegrasi di lokasi tertentu, usaha kecil bisa sulit memperoleh konfirmasi  meskipun secara praktik mereka sudah menjalankan usaha. Hal ini bisa menyebabkan ketidakpastian bagi pelaku UMK di wilayah pinggiran atau daerah dengan tata ruang yang belum update.
  2. Keterbatasan akses teknis & adminstratif: Untuk pemohon persetujuan (bukan konfirmasi otomatis), dokumen yang dibutuhkan cukup kompleks koordinat, rencana lahan, rencana bangunan, penguasaan tanah, dsb. Bagi pelaku UMK dengan sumber daya terbatas, ini bisa jadi beban berat biaya survei, pengurusan peta, konsultasi, dan waktu.
  3. Kemungkinan penolakan izin hanya karena zonasi, bukan kualitas usaha: Meski usaha kecil dengan risiko rendah, jika lokasi tidak sesuai RDTR, permohonan bisa ditolak — membuat usaha terhambat, atau dipaksa pindah lokasi walau sebenarnya usahanya sederhana.
  4. Kurangnya sosialisasi dan literasi regulasi di kalangan pelaku UMK: Banyak pengusaha mikro/kecil menjalankan usaha secara informal; mereka mungkin belum memahami bahwa sekarang ada kewajiban KKKPR. Tanpa pendampingan, regulasi bisa jadi sumber kebingungan atau malah membuat mereka enggan mengurus izin.
  5. Potensi ketidakmerataan implementasi antar daerah: Karena RDTR dan data tata ruang diurus oleh pemerintah daerah, ketersediaan RDTR dan tingkat integrasinya bisa berbeda — sehingga usaha mikro/kecil di satu daerah dapat lebih mudah memperoleh izin dibanding di daerah lain. Ini menciptakan ketidaksetaraan akses legalitas usaha.
Dengan kata lain: regulasi baru membawa peluang besar, tetapi keberhasilan di lapangan sangat tergantung pada sejauh mana sistem dan implementasinya benar-benar responsif terhadap kebutuhan dan kapasitas usaha kecil.

Apa itu RDTR Interaktif? Apakah Berpengaruh terhadap Pengusaha Mikro dan Kecil


Istilah RDTR Interaktif merujuk pada sistem peta tata ruang digital dan interaktif yang terintegrasi dengan layanan perizinan usaha melalui OSS.
Artinya, pelaku usaha dapat mengecek secara daring apakah alamat/lokasi usaha mereka sesuai dengan zonasi yang diperbolehkan untuk jenis usaha tertentu.

Pengaruhnya terhadap pengusaha mikro dan kecil bisa sangat besar:

  1. Bagi UMK yang sudah tahu jenis usaha dan lokasi spesifik, RDTR Interaktif memungkinkan pengecekan cepat: apakah lokasi tersebut zonasinya mendukung usaha mereka atau tidak. Jika cocok izin bisa diproses lebih mudah.
  2. Ini membantu menghindari penolakan izin di kemudian hari karena ketidaksesuaian zonasi. Dengan begitu pelaku UMK bisa merencanakan lokasi usaha dengan lebih bijak.
  3. Sistem digital seperti RDTR Interaktif + OSS memungkinkan transparansi: pelaku usaha tahu persis syarat dan apakah lokasi mereka memenuhi kriteria zonasi — tanpa harus survei manual ke kantor.
Dengan demikian, RDTR Interaktif menjadi elemen kunci agar regulasi baru benar-benar bisa memberi kemudahan bagi UMK bukan sekadar dokumen di atas kertas.


Apa Dampak jika Alamat Tidak Termasuk dalam RDTR Interaktif? (dengan Saran)

Jika alamat usaha Anda tidak tercakup dalam RDTR Interaktif atau zonasi tidak sesuai maka dampaknya bisa signifikan:

  1. Permohonan KKKPR bisa ditolak karena ketidaksesuaian zonasi/ruang meskipun usaha Anda kecil dan risikonya rendah.
  2. Anda mungkin harus melalui prosedur persetujuan manual KKKPR dengan dokumen lengkap dan mungkin biaya/ waktu lebih banyak. Ini bisa mempersulit pelaku usaha mikro/kecil yang tidak memiliki sumber daya memadai.
  3. Untuk pelaku usaha mikro/kecil, risiko transaksi ilegal bisa meningkat (karena izin ditolak atau sulit), atau mereka memilih untuk tetap beroperasi tanpa izin agar tidak ribet — yang berarti usaha tetap informal, tanpa perlindungan hukum.

Saran bagi pelaku UMK:

  1. Sebelum memulai usaha: periksa dulu peta RDTR Interaktif apakah lokasi yang Anda incar sesuai zonasi untuk jenis usaha Anda.
  2. Jika lokasi belum tercakup di RDTR, pertimbangkan memilih lokasi lain yang sudah ada di peta, atau hubungi DPMPTSP/pemerintah daerah untuk menanyakan kemungkinan zonasi dan izin khusus.
  3. Dokumentasikan semua komunikasi dan persyaratan agar ketika regulasi ditegakkan, Anda memiliki bukti bahwa Anda telah berusaha sesuai prosedur.
  4. Jika memungkinkan, bergabung dengan asosiasi usaha lokal, komunitas UMK, atau minta pendampingan agar Anda bisa mendapatkan panduan legalitas dan bantuan administratif.
Dengan langkah ini, Anda bisa meminimalkan risiko dan memaksimalkan peluang legalitas usaha secara sah.



A. Kesimpulan
PP 28/2025 melalui pendekatan PBBR dan integrasi OSS + KKKPR + RDTR Interaktif membuka peluang nyata bagi usaha mikro dan kecil untuk memperoleh legalitas usaha secara lebih mudah, cepat, dan efisien.

Dengan sistem klasifikasi risiko dan verifikasi zoning ruang melalui KKKPR, banyak usaha kecil yang selama ini berjalan informal bisa mendapatkan legitimasi usaha secara resmi.
Namun demikian, realisasi manfaat tersebut sangat tergantung pada implementasi: kesiapan sistem OSS, integrasi data zonasi, literasi pelaku UMK, dan akses terhadap layanan digital.

Tanpa itu regulasi bisa justru menjadi beban baru bagi usaha kecil, atau mendorong mereka tetap informal.

B. Saran

  1. Sosialisasi & edukasi terhadap UMK Pemerintah pusat dan daerah perlu aktif memberi panduan praktis tentang PP 28/2025, OSS, KKKPR, RDTR, klasifikasi risiko, dan tata cara pengurusan izin bagi UMK. Ini sangat penting agar pelaku usaha kecil memahami dan dapat memanfaatkan regulasi.
  2. Perkuat akses digital & dukungan teknis untuk UMK : Untuk usaha kecil di luar kota besar, perlu ada dukungan (misalnya pelatihan, akses internet, layanan pendampingan) agar mereka bisa menggunakan sistem OSS dan peta RDTR Interaktif.
  3. Transparansi dan kemudahan akses data zonasi : Pastikan RDTR Interaktif diperbarui, mudah diakses, dan mencakup seluruh wilayah agar pemetaan zonasi tidak menjadi hambatan bagi UMK di seluruh Indonesia.
  4. Fleksibilitas dan akses izin alternatif : Bagi usaha mikro/kecil dengan karakteristik khusus (lokal, tradisional, informal), pemerintah harus mempertimbangkan mekanisme izin yang fleksibel  tanpa membuat beban administrasi terlalu berat.
  5. Pendampingan reguler & aduan bagi pelaku UMK : Sediakan mekanisme pengaduan, pendampingan legalitas, dan konsultasi bagi UMK agar mereka bisa mendapatkan bimbingan saat mengalami kesulitan dalam perizinan ataupun zonasi.
Dengan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha regulasi baru seperti PP 28/2025 dapat menjadi pijakan untuk memperkuat dan memperluas basis usaha mikro/kecil di Indonesia dengan cara yang legal, sehat, dan berkelanjutan.
Penulis : Dara Septiafitri