Info
Up to 20 KBLI Bidang Usaha, Buka rekening Bank, Kartu nama Semua Direktur, Stempel perusahaan
  October 22, 2024     04:03  
980 79


Dalam dunia bisnis, efisiensi keuangan adalah kunci kesuksesan. Salah satu langkah strategis yang bisa diambil oleh badan usaha untuk mencapai efisiensi tersebut adalah dengan memanfaatkan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5%. 

Kebijakan ini dirancang untuk meringankan beban pajak badan usaha, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga mereka dapat lebih fokus pada pengembangan dan ekspansi bisnis. 

Artikel ini akan mengupas tuntas pengertian PPh final 0,5%, mekanisme pelaksanaannya, serta berbagai manfaat yang dapat diperoleh oleh badan usaha. 

Baca juga :  Panduan Pendaftaran NPWP Pribadi 5 Menit Jadi

Semoga informasi yang disajikan dapat membantu badan usaha dalam memanfaatkan kebijakan ini secara optimal untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.



Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% merupakan kebijakan perpajakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk badan usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Kebijakan ini memungkinkan badan usaha membayar pajak dengan tarif final sebesar 0,5% dari omzet bruto per tahun. 

Artinya, pajak yang dikenakan dihitung berdasarkan total pendapatan kotor tanpa mempertimbangkan pengeluaran atau biaya operasional lainnya. 

Baca juga : Panduan Pendaftaran NPWP Badan Usaha

Kebijakan ini dirancang untuk menyederhanakan proses perpajakan dan meringankan beban administrasi bagi UMKM, sehingga mereka dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis dan peningkatan daya saing.


Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% untuk badan usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), didasarkan pada beberapa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. 

Dasar hukum utama untuk kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) :
Peraturan ini menggantikan PP 46 Tahun 2013 dan merupakan landasan utama pemberlakuan tarif PPh final 0,5% bagi UMKM. 
PP 23/2018 bertujuan untuk mendorong pertumbuhan UMKM dengan memberikan kemudahan dalam kewajiban perpajakan melalui tarif pajak yang lebih rendah dan sederhana.
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.03/2018 : PMK ini memberikan petunjuk teknis pelaksanaan PP 23/2018, termasuk tata cara perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh final 0,5% bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria UMKM.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) : Meskipun UU PPh mengatur ketentuan umum tentang pajak penghasilan, perubahan-perubahan dalam peraturan pelaksanaannya, seperti yang tertuang dalam PP 23/2018, memberikan dasar hukum spesifik bagi kebijakan PPh final untuk UMKM.

Dengan dasar hukum tersebut, kebijakan PPh final 0,5% untuk badan usaha memberikan kemudahan bagi UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi sektor usaha kecil dan menengah di Indonesia.



A. KRITERIA MODAL

Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan definisi dan kriteria yang lebih rinci untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Berikut adalah kriteria UMKM berdasarkan PP tersebut:

1. Usaha Mikro

Usaha mikro adalah usaha yang memiliki modal usaha maksimal 1 (satu) miliar rupiah. Nominal tersebut tidak termasuk nilai atau harga tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Usaha Kecil

Usaha kecil adalah usaha yang memiliki modal usaha minimal lebih dari 1 (satu) miliar rupiah dan maksimal 5 (lima) miliar rupiah . Sama dengan mikro, nominal ini belum termasuk nilai atau harga tanah dan bangunan tempat usaha.

3. Usaha Menengah

Usaha menengah adalah usaha yang memiliki modal usaha minimal lebih dari 5 (lima) miliar dan maksimal 10 (sepuluh) miliar. Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Dengan memahami kriteria UMKM berdasarkan PP No. 7 Tahun 2021, pelaku usaha dapat mengidentifikasi kategori usaha mereka dan memanfaatkan berbagai fasilitas serta dukungan yang disediakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing usaha mereka.

B. KRITERIA HASIL PENJUALAN

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 mengatur kriteria UMKM berdasarkan hasil penjualan tahunan. Berikut adalah rincian kriteria berdasarkan Pasal 35 Ayat (6) dari PP tersebut:

1. Usaha Mikro : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Paling banyak Rp2 miliar.
2. Usaha Kecil : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Lebih dari Rp2 miliar hingga paling banyak Rp15 miliar.
3. Usaha Menengah : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Lebih dari Rp15 miliar hingga paling banyak Rp50 miliar.

Penjelasan dan Penerapan : 

a. Usaha Mikro : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan tidak lebih dari Rp2 miliar. Usaha mikro ini biasanya mencakup bisnis-bisnis skala sangat kecil seperti pedagang kaki lima, warung, atau usaha rumahan yang masih dalam tahap awal pengembangan.

b. Usaha Kecil : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar tetapi tidak melebihi Rp15 miliar. Usaha kecil ini mencakup bisnis yang sudah lebih mapan dan memiliki struktur operasional yang lebih kompleks dibanding usaha mikro, seperti toko ritel kecil, restoran, atau usaha jasa dengan jumlah pelanggan yang lebih besar.

c. Usaha Menengah : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15 miliar tetapi tidak melebihi Rp50 miliar. Usaha menengah ini mencakup bisnis dengan skala lebih besar dan seringkali memiliki beberapa cabang atau lokasi operasional, seperti perusahaan manufaktur kecil, distributor, atau perusahaan layanan profesional yang melayani klien besar.



Wajib Pajak dapat dikenai Pajak Penghasilan final adalah

  1. Wajib Pajak orang pribadi;
  2. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.



1. Penghasilan yang tidak termasuk atau tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan yang berifat final pada PP No 23 Tahun 2018 adalah:

  1. Penghasilan yang diterima untuk diperoleh wajib pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti: Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari
  2. Olahragawan
  3. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
  4. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
  5. Agen Iklan
  6. Pengawas atau pengelola proyek
  7. Perantara
  8. Petugas penjaja barang dagangan
  9. Agen asuransi

Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri

3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri

4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak




Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 memberikan ketentuan khusus mengenai pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Salah satu poin penting yang diatur dalam PP ini adalah jangka waktu berlakunya tarif PPh Final 0,5% bagi UMKM. Berikut adalah rincian jangka waktu yang diberikan:

1. Jangka Waktu Penerapan Tarif PPh Final 0,5% :

Wajib Pajak Orang Pribadi : Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 7 (tujuh) tahun pajak berturut-turut sejak berlakunya PP No. 23 Tahun 2018 atau sejak wajib pajak memenuhi syarat dikenai PPh Final.
Wajib Pajak Badan Berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma : Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut.
Wajib Pajak Badan Berbentuk Perseroan Terbatas (PT): Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 3 (tiga) tahun pajak berturut-turut.

2. Jangka Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPh Final :

Pembayaran PPh Final : Wajib Pajak harus melakukan pembayaran PPh Final setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan penghasilan diterima atau diperoleh.
Pelaporan PPh Final : Pelaporan dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penghasilan diterima atau diperoleh.

3. Jangka Waktu Kepatuhan Administrasi :

Pembukuan atau Pencatatan : Wajib Pajak yang dikenai PPh Final berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 wajib melakukan pembukuan atau pencatatan atas peredaran bruto dan penghasilan lainnya.

Baca juga : NPWP Cabang dihapus, Apa Penggantinya ?



Menghitung PPH Final 0,5 ini dilakukan setiap bulan, dan wajib dilaporkan maksimal tanggal 15 pada bulan berikutnya.

Berbeda dengan Pajak badan biasa, PPH UMKM ini dihitung dari Omzet dalam sebulan bukan dari keuntungan seperti biasa. 

Berikut cara penhitungannya:


Rumus : 0,5% x Omzet dalam sebulan
Contohnya : Sebulan omzet suatu usaha adalah Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah).

maka jumlah pajak final yang harus dibayarkan adalah 

0,5% x Rp. 5.000.000 =  Ro. 25.000



Kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% memberikan berbagai manfaat bagi badan usaha, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Berikut adalah beberapa manfaat utama yang dapat diperoleh:

1. Penyederhanaan Proses Administrasi Pajak :

Tarif PPh final 0,5% dari omzet bruto menyederhanakan perhitungan pajak, karena tidak memerlukan perhitungan laba bersih atau pengurangan biaya operasional. Hal ini memudahkan UMKM dalam menghitung dan melaporkan pajak mereka.


2. Beban Pajak yang Lebih Ringan :

Dengan tarif yang rendah, beban pajak yang harus dibayar oleh UMKM menjadi lebih ringan. Hal ini dapat meningkatkan profitabilitas usaha dan menyediakan lebih banyak dana untuk reinvestasi dan pengembangan bisnis.


3. Mendorong Kepatuhan Pajak :

Kesederhanaan dan keringanan tarif pajak meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM. Dengan proses yang lebih mudah dan biaya yang lebih rendah, lebih banyak UMKM yang terdorong untuk melaporkan dan membayar pajak dengan benar.



4. Dukungan terhadap Pertumbuhan UMKM :

Dengan beban pajak yang lebih rendah, UMKM dapat mengalokasikan lebih banyak dana untuk ekspansi, inovasi, dan peningkatan kualitas produk atau layanan. Ini membantu UMKM untuk tumbuh dan berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian nasional.

5. Meningkatkan Daya Saing :

Beban pajak yang lebih rendah memungkinkan UMKM untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif tanpa mengorbankan margin keuntungan. Hal ini meningkatkan daya saing UMKM baik di pasar domestik maupun internasional.

6. Kepastian Hukum dan Kepastian Pajak :

Kebijakan PPh final 0,5% memberikan kepastian hukum dan kepastian pajak bagi UMKM, karena tarif pajak yang dikenakan sudah ditetapkan di awal tanpa fluktuasi. Ini membantu UMKM dalam perencanaan keuangan dan operasional mereka.

Dengan berbagai manfaat ini, kebijakan PPh final 0,5% untuk badan usaha menjadi alat yang efektif dalam mendukung perkembangan UMKM di Indonesia, meningkatkan kontribusi mereka terhadap perekonomian, dan memperkuat fondasi ekonomi nasional.




Meskipun kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% untuk badan usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), menawarkan berbagai manfaat, terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan:

1. Tidak Menguntungkan bagi Bisnis dengan Margin Tipis :

Bisnis dengan margin keuntungan yang sangat tipis mungkin merasa terbebani karena pajak dihitung dari omzet bruto tanpa memperhitungkan biaya operasional. Hal ini bisa mengurangi profitabilitas mereka lebih signifikan dibanding bisnis dengan margin lebih besar.

2. Tidak Mempertimbangkan Kerugian Usaha :

PPh final 0,5% tidak mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan yang mungkin sedang merugi. Dalam sistem pajak konvensional, kerugian dapat digunakan untuk mengurangi laba kena pajak pada tahun-tahun berikutnya, tetapi dalam sistem PPh final ini, kerugian tersebut tidak dapat diperhitungkan.

3. Kurang Insentif untuk Pengembangan dan Investasi :

Karena pajak dikenakan langsung pada omzet tanpa melihat biaya dan investasi yang dilakukan, perusahaan mungkin kurang terdorong untuk melakukan investasi besar atau pengembangan usaha yang memerlukan biaya tinggi.

4. Keterbatasan untuk Usaha Besar :

Kebijakan ini hanya berlaku untuk UMKM dengan omzet di bawah batas tertentu (misalnya Rp4,8 miliar per tahun). Usaha yang melebihi batas ini tidak dapat memanfaatkan tarif PPh final 0,5%, sehingga kurang relevan untuk usaha yang sedang tumbuh pesat dan mulai memasuki kategori usaha besar.



5. Tidak Fleksibel untuk Berbagai Jenis Usaha :

Beragamnya model bisnis dan struktur biaya di berbagai sektor usaha mungkin membuat kebijakan ini tidak optimal untuk semua jenis usaha. Beberapa bisnis mungkin memerlukan pendekatan pajak yang lebih fleksibel dan sesuai dengan karakteristik sektor mereka.

6. Kepastian Hukum yang Terbatas :

Meskipun ada kepastian tarif, perubahan kebijakan pajak di masa depan dapat mempengaruhi kestabilan dan kepastian perencanaan keuangan bagi UMKM.

7. Potensi Pajak yang Lebih Tinggi :

Dalam beberapa kasus, terutama bagi usaha dengan biaya operasional yang tinggi, total pajak yang dibayarkan melalui sistem PPh final 0,5% bisa lebih besar dibandingkan jika menggunakan sistem pajak konvensional yang memperhitungkan laba bersih.

Memahami kekurangan ini penting bagi badan usaha untuk membuat keputusan yang tepat terkait pemanfaatan kebijakan PPh final 0,5%. 

Perusahaan perlu mempertimbangkan kondisi keuangan mereka secara menyeluruh dan mungkin berkonsultasi dengan ahli pajak untuk menentukan apakah kebijakan ini sesuai dengan kebutuhan dan strategi bisnis mereka.



Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menikmati tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang lebih ringan, yaitu sebesar 0,5%. 
Kebijakan ini dirancang untuk meringankan beban pajak UMKM dan mendorong kepatuhan pajak melalui prosedur yang lebih sederhana. 

Dengan jangka waktu penerapan yang jelas, tarif PPh Final ini memberikan waktu bagi UMKM untuk beradaptasi sebelum beralih ke tarif PPh yang berdasarkan penghasilan netto.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pemberdayaan UMKM, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat basis wajib pajak di Indonesia. 



Bagi UMKM, penting untuk memanfaatkan fasilitas ini dengan baik, memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan, dan melakukan perencanaan keuangan yang matang.

Dengan begitu, UMKM dapat berkembang lebih pesat dan berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian nasional.

Penulis : Prisca Kesuma Wardhani