Dalam dunia bisnis, efisiensi keuangan adalah kunci kesuksesan. Salah satu langkah strategis yang bisa diambil oleh badan usaha untuk mencapai efisiensi tersebut adalah dengan memanfaatkan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5%.
Kebijakan ini dirancang untuk meringankan beban pajak badan usaha, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga mereka dapat lebih fokus pada pengembangan dan ekspansi bisnis.
Artikel ini akan mengupas tuntas pengertian PPh final 0,5%, mekanisme pelaksanaannya, serta berbagai manfaat yang dapat diperoleh oleh badan usaha.
Baca juga : Panduan Pendaftaran NPWP Pribadi 5 Menit Jadi
Semoga informasi yang disajikan dapat membantu badan usaha dalam memanfaatkan kebijakan ini secara optimal untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% merupakan kebijakan perpajakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk badan usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kebijakan ini memungkinkan badan usaha membayar pajak dengan tarif final sebesar 0,5% dari omzet bruto per tahun.
Artinya, pajak yang dikenakan dihitung berdasarkan total pendapatan kotor tanpa mempertimbangkan pengeluaran atau biaya operasional lainnya.
Baca juga : Panduan Pendaftaran NPWP Badan Usaha
Kebijakan ini dirancang untuk menyederhanakan proses perpajakan dan meringankan beban administrasi bagi UMKM, sehingga mereka dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis dan peningkatan daya saing.
Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% untuk badan usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), didasarkan pada beberapa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Dasar hukum utama untuk kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) :
Peraturan ini menggantikan PP 46 Tahun 2013 dan merupakan landasan utama pemberlakuan tarif PPh final 0,5% bagi UMKM.
PP 23/2018 bertujuan untuk mendorong pertumbuhan UMKM dengan memberikan kemudahan dalam kewajiban perpajakan melalui tarif pajak yang lebih rendah dan sederhana.
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.03/2018 : PMK ini memberikan petunjuk teknis pelaksanaan PP 23/2018, termasuk tata cara perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh final 0,5% bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria UMKM.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) : Meskipun UU PPh mengatur ketentuan umum tentang pajak penghasilan, perubahan-perubahan dalam peraturan pelaksanaannya, seperti yang tertuang dalam PP 23/2018, memberikan dasar hukum spesifik bagi kebijakan PPh final untuk UMKM.
Dengan dasar hukum tersebut, kebijakan PPh final 0,5% untuk badan usaha memberikan kemudahan bagi UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi sektor usaha kecil dan menengah di Indonesia.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan definisi dan kriteria yang lebih rinci untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Berikut adalah kriteria UMKM berdasarkan PP tersebut:
Usaha mikro adalah usaha yang memiliki modal usaha maksimal 1 (satu) miliar rupiah. Nominal tersebut tidak termasuk nilai atau harga tanah dan bangunan tempat usaha.
Usaha kecil adalah usaha yang memiliki modal usaha minimal lebih dari 1 (satu) miliar rupiah dan maksimal 5 (lima) miliar rupiah . Sama dengan mikro, nominal ini belum termasuk nilai atau harga tanah dan bangunan tempat usaha.
Usaha menengah adalah usaha yang memiliki modal usaha minimal lebih dari 5 (lima) miliar dan maksimal 10 (sepuluh) miliar. Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Dengan memahami kriteria UMKM berdasarkan PP No. 7 Tahun 2021, pelaku usaha dapat mengidentifikasi kategori usaha mereka dan memanfaatkan berbagai fasilitas serta dukungan yang disediakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing usaha mereka.
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 mengatur kriteria UMKM berdasarkan hasil penjualan tahunan. Berikut adalah rincian kriteria berdasarkan Pasal 35 Ayat (6) dari PP tersebut:
1. Usaha Mikro : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Paling banyak Rp2 miliar.
2. Usaha Kecil : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Lebih dari Rp2 miliar hingga paling banyak Rp15 miliar.
3. Usaha Menengah : Hasil Penjualan Tahunan (Omzet) : Lebih dari Rp15 miliar hingga paling banyak Rp50 miliar.
a. Usaha Mikro : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan tidak lebih dari Rp2 miliar. Usaha mikro ini biasanya mencakup bisnis-bisnis skala sangat kecil seperti pedagang kaki lima, warung, atau usaha rumahan yang masih dalam tahap awal pengembangan.
b. Usaha Kecil : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar tetapi tidak melebihi Rp15 miliar. Usaha kecil ini mencakup bisnis yang sudah lebih mapan dan memiliki struktur operasional yang lebih kompleks dibanding usaha mikro, seperti toko ritel kecil, restoran, atau usaha jasa dengan jumlah pelanggan yang lebih besar.
c. Usaha Menengah : Usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15 miliar tetapi tidak melebihi Rp50 miliar. Usaha menengah ini mencakup bisnis dengan skala lebih besar dan seringkali memiliki beberapa cabang atau lokasi operasional, seperti perusahaan manufaktur kecil, distributor, atau perusahaan layanan profesional yang melayani klien besar.
Wajib Pajak dapat dikenai Pajak Penghasilan final adalah
- Wajib Pajak orang pribadi;
- Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.
1. Penghasilan yang tidak termasuk atau tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan yang berifat final pada PP No 23 Tahun 2018 adalah:
Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi : Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 7 (tujuh) tahun pajak berturut-turut sejak berlakunya PP No. 23 Tahun 2018 atau sejak wajib pajak memenuhi syarat dikenai PPh Final.
Wajib Pajak Badan Berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma : Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut.
Wajib Pajak Badan Berbentuk Perseroan Terbatas (PT): Tarif PPh Final 0,5% diberlakukan selama 3 (tiga) tahun pajak berturut-turut.
Pembayaran PPh Final : Wajib Pajak harus melakukan pembayaran PPh Final setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan penghasilan diterima atau diperoleh.
Pelaporan PPh Final : Pelaporan dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penghasilan diterima atau diperoleh.
Baca juga : NPWP Cabang dihapus, Apa Penggantinya ?
Rumus : 0,5% x Omzet dalam sebulan
0,5% x Rp. 5.000.000 = Ro. 25.000
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menikmati tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang lebih ringan, yaitu sebesar 0,5%.