Info
Up to 20 KBLI Bidang Usaha, Buka rekening Bank, Kartu nama Semua Direktur, Stempel perusahaan
  July 13, 2025     05:54  
980 79


Dalam era bisnis yang semakin digital, penggunaan virtual office semakin diminati oleh banyak pengusaha, terutama bagi mereka yang baru memulai usaha atau yang membutuhkan fleksibilitas dalam pengelolaan kantor.

Salah satu alasan utama penggunaan virtual office adalah biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan sewa kantor fisik.

Namun, dengan adanya peraturan terbaru yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu PER-7/PJ/2025, pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) kini harus lebih berhati-hati.

Peraturan tersebut memberikan pembaruan yang cukup signifikan terkait syarat-syarat pengukuhan PKP melalui virtual office.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci mengenai PER-7/PJ/2025, virtual office, PKP, serta dampak yang ditimbulkan oleh peraturan ini bagi pengusaha yang bergantung pada layanan kantor virtual.

a. Virtual Office

Virtual office adalah layanan yang menyediakan alamat bisnis resmi tanpa memerlukan ruang kantor fisik yang tetap.
Pengusaha dapat menggunakan alamat tersebut untuk keperluan administratif seperti pendaftaran perusahaan, pengiriman surat, dan lain-lain.

Beberapa layanan virtual office bahkan menawarkan fasilitas tambahan seperti penerimaan telepon, penggunaan ruang rapat, dan layanan sekretariat.

Namun, tidak semua penyedia virtual office dapat digunakan untuk pengukuhan PKP. Dalam peraturan terbaru, terdapat syarat ketat yang harus dipenuhi oleh penyedia virtual office untuk memenuhi kriteria sebagai tempat pengukuhan PKP.

b. PKP (Pengusaha Kena Pajak)

PKP adalah pengusaha yang melakukan kegiatan ekonomi berupa penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak (PPN) dengan omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar.
Pengusaha yang memiliki status PKP diwajibkan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang dikenakan atas transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan.

Status PKP memberikan kewajiban bagi pengusaha untuk memenuhi kewajiban perpajakan yang lebih besar, namun juga memberi kesempatan untuk mengklaim kembali PPN yang telah dibayar atas pembelian barang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan usaha.

c. Peraturan PER-7/PJ/2025

PER-7/PJ/2025 adalah peraturan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengukuhan PKP dan administrasi perpajakan terkait.
Salah satu hal yang diatur dalam peraturan ini adalah penggunaan virtual office sebagai tempat yang sah untuk melakukan pengukuhan PKP. Sebelumnya, banyak pengusaha yang menggunakan virtual office tanpa mengetahui adanya syarat dan ketentuan tertentu yang mengikat.

Peraturan ini memperkenalkan prosedur yang lebih ketat untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan fasilitas virtual office sebagai tempat pengukuhan PKP.


a. Virtual Office

Penggunaan *virtual office* atau kantor virtual di Indonesia telah diakui legalitasnya dan diatur oleh serangkaian peraturan di berbagai tingkatan, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga peraturan daerah. Regulasi ini memastikan bahwa perusahaan yang menggunakan jasa kantor virtual tetap dapat memenuhi kewajiban hukumnya, terutama terkait domisili perusahaan, perizinan usaha, dan perpajakan.

Berikut adalah rincian peraturan utama yang menjadi payung hukum bagi operasional virtual office di Indonesia:

1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)

Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan istilah virtual office, undang-undang ini menjadi landasan fundamental.

Pasal 5 ayat (1) : Menetapkan bahwa setiap Perseroan Terbatas (PT) wajib memiliki "tempat kedudukan" atau domisili hukum yang jelas di wilayah Republik Indonesia. Alamat yang disediakan oleh penyedia virtual office dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan domisili ini dan dicantumkan dalam Anggaran Dasar perusahaan.

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP OSS)

Regulasi ini merevolusi proses perizinan dengan memperkenalkan sistem Online Single Submission (OSS) yang menyederhanakan dan mengintegrasikan pengurusan izin usaha.

Pengakuan Alamat : Sistem OSS secara implisit mengakui penggunaan alamat virtual office untuk pendaftaran perusahaan. Pelaku usaha dapat mendaftarkan alamat kantor virtualnya saat mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB), yang kini berfungsi sebagai identitas utama perusahaan dan mencakup Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 Tahun 2024

Peraturan ini memperbarui dan memberikan kepastian hukum terkait penggunaan virtual office untuk keperluan perpajakan, khususnya untuk pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Peraturan ini menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PMK No. 147/PMK.03/2017.
Pasal 61 ayat (4) : Menyatakan bahwa virtual office dapat digunakan sebagai alamat tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dengan syarat penyedia jasa *virtual office* tersebut memenuhi ketentuan berikut:
  1. Telah dikukuhkan sebagai PKP
  2. Menyediakan ruang fisik yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha pengguna jasa
  3. Memiliki dokumen pendukung yang sah seperti kontrak kerja sama dengan pengguna jasa.

4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 17 Tahun 2018

Peraturan ini secara khusus mengatur tentang pendaftaran badan usaha, termasuk PT, dan mengafirmasi bahwa perusahaan yang menggunakan alamat kantor virtual harus tetap memenuhi semua persyaratan administratif dan hukum yang berlaku sebagaimana perusahaan dengan kantor fisik.

5. Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi

Menetapkan bahwa bangunan yang digunakan sebagai lokasi virtual office harus berada di zona komersial atau perkantoran, bukan di zona pemukiman.

6. Surat Edaran Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta No. 6/SE/Tahun 2016

Merupakan petunjuk teknis yang secara resmi mengizinkan penggunaan alamat virtual office untuk pengurusan Surat Keterangan Domisili (SKD) dan izin usaha lainnya di Jakarta.

Surat edaran ini juga menetapkan kriteria bagi penyedia dan pengguna jasa virtual office. (Meskipun peran SKD kini banyak digantikan oleh NIB, SE ini menjadi tonggak penting pengakuan virtual office di tingkat daerah).

Dengan adanya kerangka regulasi ini, penggunaan virtual office menjadi pilihan yang sah dan legal bagi para pengusaha di Indonesia. Pelaku usaha disarankan untuk memilih penyedia virtual office yang taat pada peraturan zonasi dan perpajakan untuk memastikan kelancaran dan legalitas bisnis jangka panjang.

b. PKP (Pengusaha Kena Pajak)

Selain PER-7/PJ/2025, dasar hukum yang mengatur tentang PKP terdapat dalam:

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN)

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang PPN menyatakan bahwa PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak.

Peraturan ini menjadi dasar utama dalam penentuan siapa yang wajib mengukuhkan diri sebagai PKP, yang mana berlaku untuk pengusaha dengan omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengukuhan, Pembatalan, dan Pembetulan Pengusaha Kena Pajak


Peraturan ini mengatur lebih rinci tentang prosedur pengukuhan PKP, termasuk dokumen yang harus dipersiapkan oleh pengusaha, serta proses administrasi yang harus dilakukan.

Dalam konteks virtual office, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, pengusaha yang menggunakan virtual office harus mematuhi aturan ini agar pengukuhan PKP mereka diterima.


Peraturan PER-7/PJ/2025 membawa dampak signifikan terhadap usaha yang mengandalkan virtual office sebagai tempat pengukuhan PKP. Beberapa dampak utama yang perlu diperhatikan antara lain:



Selain itu, pengusaha juga harus memastikan bahwa penyedia virtual office memenuhi kriteria administratif dan legal yang ditetapkan oleh peraturan pajak.



Selain itu, mereka harus melampirkan surat pernyataan tentang kegiatan usaha serta kontrak dengan penyedia virtual office sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tanpa memenuhi dokumen administratif ini, status PKP pengusaha bisa dibatalkan.



Hal ini diatur dalam Pasal 53 ayat (3) yang menegaskan bahwa apabila dokumen dan syarat administratif tidak lengkap atau tidak sesuai, permohonan pengukuhan PKP melalui virtual office dapat ditolak atau dibatalkan.

Dengan tambahan ayat pasal tersebut, penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh PER-7/PJ/2025 terhadap usaha virtual office menjadi lebih jelas dan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan PKP perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

Verifikasi Penyedia Virtual Office: Pastikan bahwa penyedia virtual office yang dipilih telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh PER-7/PJ/2025. Penyedia harus terdaftar sebagai badan hukum yang sah dan menyediakan layanan yang sesuai.





PER-7/PJ/2025 mengatur berbagai hal terkait pengukuhan PKP, serta prosedur administratif yang perlu diikuti oleh pengusaha. Beberapa poin penting yang diatur dalam peraturan ini adalah sebagai berikut:

1. Syarat Penggunaan Virtual Office untuk Pengukuhan PKP

Pasal 51 Ayat (1): Pengusaha yang ingin menggunakan virtual office sebagai tempat pengukuhan PKP harus memastikan bahwa kantor tersebut memiliki alamat yang sah dan digunakan untuk kegiatan usaha yang sesuai. Pengusaha harus memilih penyedia virtual office yang telah memenuhi syarat administratif yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pasal 51 Ayat (2): Menyatakan bahwa hanya satu tempat kegiatan usaha yang dapat digunakan di kantor virtual yang sama untuk pengukuhan PKP. Oleh karena itu, pengusaha yang menggunakan virtual office harus memastikan bahwa hanya satu usaha yang terdaftar di alamat yang sama.

2. Dokumentasi yang Diperlukan

Pasal 52 Ayat (2): Mengatur bahwa pengusaha yang mengajukan pengukuhan PKP melalui virtual office wajib melampirkan dokumen yang lengkap dan sesuai persyaratan, yaitu:
  1. Peta lokasi dan foto lokasi usaha.
  2. Surat pernyataan yang menyatakan jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan di virtual office.
  3. Kontrak dengan penyedia virtual office yang mencantumkan ketentuan layanan yang diberikan.
Pasal 52 Ayat (3): Mengharuskan pengusaha untuk menyertakan dokumen tambahan lainnya jika diperlukan, untuk membuktikan bahwa virtual office yang digunakan memenuhi ketentuan yang berlaku.

3. Proses Pengajuan Pengukuhan PKP

Pasal 53 Ayat (3): Mengatur bahwa pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan PKP harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui sistem Coretax yang disediakan oleh DJP. Pengajuan ini harus disertai dengan dokumen yang telah memenuhi persyaratan administratif, seperti yang dijelaskan pada Pasal 52.
Pasal 53 Ayat (4): Menyatakan bahwa apabila dokumen yang diajukan tidak lengkap atau tidak memenuhi persyaratan, maka permohonan pengukuhan PKP dapat ditolak.

4. Pembatasan Penggunaan Virtual Office

Pasal 51 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha hanya dapat menggunakan satu alamat usaha di kantor virtual yang sama untuk pengukuhan PKP. Ini berarti pengusaha tidak dapat menggunakan alamat yang sama untuk lebih dari satu kegiatan usaha di kantor virtual tersebut.
Pasal 51 Ayat (2): Menegaskan bahwa alamat virtual office harus sesuai dengan jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan. Pengusaha harus memastikan bahwa kegiatan usaha yang didaftarkan sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh penyedia virtual office.

5. Batas Waktu Pengajuan dan Masa Transisi

Pasal 54 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha yang telah terdaftar sebagai PKP sebelum adanya peraturan ini diberikan waktu transisi hingga Desember 2025 untuk menyesuaikan status mereka dengan ketentuan baru terkait penggunaan virtual office. Pengusaha yang belum memenuhi ketentuan baru harus segera melakukan perubahan.
Pasal 54 Ayat (2): Menegaskan bahwa selama masa transisi, pengusaha dapat tetap menggunakan alamat virtual office yang telah ada, tetapi harus segera memenuhi syarat administratif yang berlaku setelah periode transisi berakhir.

6. Pembatalan Pengukuhan PKP

Pasal 55 Ayat (1): Menyatakan bahwa pengukuhan PKP dapat dibatalkan jika pengusaha tidak memenuhi persyaratan administratif, seperti penggunaan alamat virtual office yang tidak sesuai atau kegagalan dalam menyertakan dokumen yang sah saat pengajuan.
Pasal 55 Ayat (2): Menyebutkan bahwa pembatalan pengukuhan PKP dapat dilakukan oleh DJP jika ditemukan ketidakcocokan antara data yang dilaporkan dan kondisi sebenarnya di lapangan.

7. Kewajiban Laporan dan Pemantauan

Pasal 56 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha yang terdaftar sebagai PKP wajib melakukan pelaporan berkala mengenai kegiatan usaha dan memastikan bahwa alamat virtual office yang digunakan tetap sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 56 Ayat (2): Menyebutkan bahwa DJP memiliki hak untuk melakukan pemantauan terhadap pengusaha yang menggunakan virtual office, guna memastikan bahwa pengusaha tersebut memenuhi seluruh kewajiban perpajakan dan administratif yang telah ditetapkan.
PER-7/PJ/2025 memberikan pengaturan yang lebih rinci tentang prosedur pengukuhan PKP dan penggunaan virtual office, termasuk kewajiban dokumentasi, pembatasan penggunaan alamat, proses pengajuan, serta pembatalan PKP jika tidak memenuhi syarat.

Pengusaha perlu mematuhi ketentuan dalam peraturan ini agar status PKP mereka tetap sah dan terhindar dari potensi sanksi atau pembatalan pengukuhan PKP.


Dengan diterbitkannya PER-7/PJ/2025, pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan PKP harus lebih berhati-hati. Tidak semua virtual office memenuhi syarat untuk digunakan sebagai tempat pengukuhan PKP.

Oleh karena itu, pengusaha harus memastikan bahwa penyedia virtual office yang dipilih memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan ini. Jika tidak, ada risiko pembatalan status PKP yang dapat berakibat pada kewajiban perpajakan yang tidak sesuai.
Penting bagi pengusaha untuk memahami peraturan ini secara menyeluruh dan memastikan semua dokumen yang dibutuhkan lengkap agar dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik.

Dengan memahami dan mematuhi peraturan yang ada, pengusaha dapat menghindari risiko hukum dan menjalankan bisnis dengan lebih lancar.

Penulis : Prisca Kesuma Wardhani