Dalam era bisnis yang semakin digital, penggunaan virtual office semakin diminati oleh banyak pengusaha, terutama bagi mereka yang baru memulai usaha atau yang membutuhkan fleksibilitas dalam pengelolaan kantor.
Salah satu alasan utama penggunaan virtual office adalah biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan sewa kantor fisik.
Namun, dengan adanya peraturan terbaru yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu PER-7/PJ/2025, pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) kini harus lebih berhati-hati.
Peraturan tersebut memberikan pembaruan yang cukup signifikan terkait syarat-syarat pengukuhan PKP melalui virtual office.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci mengenai PER-7/PJ/2025, virtual office, PKP, serta dampak yang ditimbulkan oleh peraturan ini bagi pengusaha yang bergantung pada layanan kantor virtual.
Virtual office adalah layanan yang menyediakan alamat bisnis resmi tanpa memerlukan ruang kantor fisik yang tetap.
Namun, tidak semua penyedia virtual office dapat digunakan untuk pengukuhan PKP. Dalam peraturan terbaru, terdapat syarat ketat yang harus dipenuhi oleh penyedia virtual office untuk memenuhi kriteria sebagai tempat pengukuhan PKP.
PKP adalah pengusaha yang melakukan kegiatan ekonomi berupa penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak (PPN) dengan omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar.
PER-7/PJ/2025 adalah peraturan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengukuhan PKP dan administrasi perpajakan terkait.
Pasal 5 ayat (1) : Menetapkan bahwa setiap Perseroan Terbatas (PT) wajib memiliki "tempat kedudukan" atau domisili hukum yang jelas di wilayah Republik Indonesia. Alamat yang disediakan oleh penyedia virtual office dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan domisili ini dan dicantumkan dalam Anggaran Dasar perusahaan.
Pengakuan Alamat : Sistem OSS secara implisit mengakui penggunaan alamat virtual office untuk pendaftaran perusahaan. Pelaku usaha dapat mendaftarkan alamat kantor virtualnya saat mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB), yang kini berfungsi sebagai identitas utama perusahaan dan mencakup Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
Pasal 61 ayat (4) : Menyatakan bahwa virtual office dapat digunakan sebagai alamat tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dengan syarat penyedia jasa *virtual office* tersebut memenuhi ketentuan berikut:
- Telah dikukuhkan sebagai PKP
- Menyediakan ruang fisik yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha pengguna jasa
- Memiliki dokumen pendukung yang sah seperti kontrak kerja sama dengan pengguna jasa.
Dengan tambahan ayat pasal tersebut, penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh PER-7/PJ/2025 terhadap usaha virtual office menjadi lebih jelas dan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Pasal 51 Ayat (1): Pengusaha yang ingin menggunakan virtual office sebagai tempat pengukuhan PKP harus memastikan bahwa kantor tersebut memiliki alamat yang sah dan digunakan untuk kegiatan usaha yang sesuai. Pengusaha harus memilih penyedia virtual office yang telah memenuhi syarat administratif yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pasal 51 Ayat (2): Menyatakan bahwa hanya satu tempat kegiatan usaha yang dapat digunakan di kantor virtual yang sama untuk pengukuhan PKP. Oleh karena itu, pengusaha yang menggunakan virtual office harus memastikan bahwa hanya satu usaha yang terdaftar di alamat yang sama.
Pasal 52 Ayat (2): Mengatur bahwa pengusaha yang mengajukan pengukuhan PKP melalui virtual office wajib melampirkan dokumen yang lengkap dan sesuai persyaratan, yaitu:
- Peta lokasi dan foto lokasi usaha.
- Surat pernyataan yang menyatakan jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan di virtual office.
- Kontrak dengan penyedia virtual office yang mencantumkan ketentuan layanan yang diberikan.
Pasal 52 Ayat (3): Mengharuskan pengusaha untuk menyertakan dokumen tambahan lainnya jika diperlukan, untuk membuktikan bahwa virtual office yang digunakan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Pasal 53 Ayat (3): Mengatur bahwa pengusaha yang menggunakan virtual office untuk pengukuhan PKP harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui sistem Coretax yang disediakan oleh DJP. Pengajuan ini harus disertai dengan dokumen yang telah memenuhi persyaratan administratif, seperti yang dijelaskan pada Pasal 52.
Pasal 53 Ayat (4): Menyatakan bahwa apabila dokumen yang diajukan tidak lengkap atau tidak memenuhi persyaratan, maka permohonan pengukuhan PKP dapat ditolak.
Pasal 51 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha hanya dapat menggunakan satu alamat usaha di kantor virtual yang sama untuk pengukuhan PKP. Ini berarti pengusaha tidak dapat menggunakan alamat yang sama untuk lebih dari satu kegiatan usaha di kantor virtual tersebut.
Pasal 51 Ayat (2): Menegaskan bahwa alamat virtual office harus sesuai dengan jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan. Pengusaha harus memastikan bahwa kegiatan usaha yang didaftarkan sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh penyedia virtual office.
Pasal 54 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha yang telah terdaftar sebagai PKP sebelum adanya peraturan ini diberikan waktu transisi hingga Desember 2025 untuk menyesuaikan status mereka dengan ketentuan baru terkait penggunaan virtual office. Pengusaha yang belum memenuhi ketentuan baru harus segera melakukan perubahan.
Pasal 54 Ayat (2): Menegaskan bahwa selama masa transisi, pengusaha dapat tetap menggunakan alamat virtual office yang telah ada, tetapi harus segera memenuhi syarat administratif yang berlaku setelah periode transisi berakhir.
Pasal 55 Ayat (1): Menyatakan bahwa pengukuhan PKP dapat dibatalkan jika pengusaha tidak memenuhi persyaratan administratif, seperti penggunaan alamat virtual office yang tidak sesuai atau kegagalan dalam menyertakan dokumen yang sah saat pengajuan.
Pasal 55 Ayat (2): Menyebutkan bahwa pembatalan pengukuhan PKP dapat dilakukan oleh DJP jika ditemukan ketidakcocokan antara data yang dilaporkan dan kondisi sebenarnya di lapangan.
Pasal 56 Ayat (1): Mengatur bahwa pengusaha yang terdaftar sebagai PKP wajib melakukan pelaporan berkala mengenai kegiatan usaha dan memastikan bahwa alamat virtual office yang digunakan tetap sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 56 Ayat (2): Menyebutkan bahwa DJP memiliki hak untuk melakukan pemantauan terhadap pengusaha yang menggunakan virtual office, guna memastikan bahwa pengusaha tersebut memenuhi seluruh kewajiban perpajakan dan administratif yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, pengusaha harus memastikan bahwa penyedia virtual office yang dipilih memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan ini. Jika tidak, ada risiko pembatalan status PKP yang dapat berakibat pada kewajiban perpajakan yang tidak sesuai.