Info
Up to 20 KBLI Bidang Usaha, Buka rekening Bank, Kartu nama Semua Direktur, Stempel perusahaan
  November 24, 2024     01:04  
980 79


Pengertian

A. Pajak

Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara yang diambil dari pendapatan atau kekayaan warga negara dan badan usaha yang beroperasi di wilayah negara tersebut. Pajak digunakan untuk membiayai kebutuhan publik, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Di Indonesia, pajak diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pajak dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh oleh warga negara atau badan usaha. PPh terdiri dari beberapa jenis, seperti PPh Pasal 21 yang dikenakan atas penghasilan dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia, dan PPh Pasal 25 yang dikenakan atas penghasilan yang diterima dari pihak luar negeri.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang atau jasa. PPN dibayar oleh konsumen, namun ditagihkan oleh penjual dan disetor ke Direktorat Jenderal Pajak.

Baca juga : Panduan Pendaftaran NPWP Badan Usaha

Setiap warga negara atau badan usaha yang beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kestabilan keuangan negara dan membiayai berbagai program pembangunan yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Pengusahan Kena Pajak (PKP)

PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan atau badan usaha yang diwajibkan untuk menerapkan dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke pemerintah. 

Dalam konteks perpajakan di Indonesia, PKP juga sering disebut sebagai wajib pajak yang terdaftar. Hal ini berarti bahwa PKP sudah terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). PKP juga harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti batas omzet atau jumlah penjualan dalam satu tahun yang melebihi ambang batas tertentu.


Sebagai PKP, perusahaan wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga penjualan produk atau jasa yang mereka berikan kepada pelanggan. PPN yang terkumpul kemudian harus disetor ke pemerintah melalui bank atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. Perusahaan juga harus menyampaikan laporan pajak bulanan dan laporan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PKP memegang peran penting dalam sistem perpajakan di Indonesia karena kontribusinya dalam membiayai kegiatan pembangunan dan pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah. Sebagai pengusaha yang terdaftar sebagai PKP, perusahaan harus memastikan bahwa mereka memenuhi kewajiban perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan selalu mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku.

C. NON Pengusaha Kena Pajak (NON PKP)

NON PKP atau Non Pengusaha Kena Pajak adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan atau badan usaha yang tidak diwajibkan untuk menerapkan dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke pemerintah.

Dalam konteks perpajakan di Indonesia, NON PKP sering juga disebut sebagai wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan usaha yang tidak terdaftar sebagai PKP. Hal ini berarti bahwa perusahaan atau badan usaha yang tergolong sebagai NON PKP tidak mencapai batas omzet atau jumlah penjualan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga tidak diwajibkan untuk terdaftar sebagai PKP.


Sebagai NON PKP, perusahaan atau badan usaha tidak memiliki kewajiban untuk memungut PPN dari pelanggan mereka dan menyetornya ke pemerintah. Namun, mereka masih harus membayar pajak atas penghasilan atau keuntungan yang mereka dapatkan dari operasi bisnis mereka. Pajak yang harus dibayar oleh NON PKP adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) jika mereka memiliki properti atau tanah.

Meskipun NON PKP tidak diwajibkan untuk menyetor PPN, namun mereka tetap harus memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku dan melaporkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah. Perusahaan atau badan usaha yang termasuk dalam kategori NON PKP juga harus selalu mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku untuk menjaga keteraturan dan kestabilan keuangan negara.

Baca juga :  Panduan Pendaftaran NPWP Pribadi 5 Menit jadi

Dalam prakteknya, perbedaan antara PKP dan NON PKP sangat penting untuk dipahami oleh pengusaha karena dapat mempengaruhi cara mereka melakukan pelaporan pajak dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka kepada pemerintah.

Persyaratan PKP 


Untuk menjadi PKP atau Pengusaha Kena Pajak, perusahaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa persyaratan tersebut antara lain:

1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : Perusahaan harus terdaftar sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Mencapai Batas Omzet Tertentu : Perusahaan harus mencapai batas omzet tertentu dalam satu tahun yang ditetapkan oleh pemerintah. Batas omzet ini berbeda-beda tergantung pada jenis usaha yang dijalankan oleh perusahaan.

3. Terdaftar Sebagai Pemungut PPN : Perusahaan harus terdaftar sebagai pemungut PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus memungut PPN dari pelanggan mereka dan menyetornya ke pemerintah.

4. Melakukan Pelaporan Pajak Secara Berkala : Perusahaan harus melaporkan pajak bulanan dan tahunan secara berkala kepada pemerintah. Pelaporan ini harus dilakukan dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

5. Mengikuti Ketentuan Perpajakan yang Berlaku : Perusahaan harus selalu mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini meliputi mengikuti aturan dalam proses pemungutan PPN, membayar pajak yang harus dibayar, dan melaporkan pajak dengan tepat waktu.

Dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, perusahaan dapat terdaftar sebagai PKP dan mendapatkan manfaat dari status tersebut. Sebagai PKP, perusahaan dapat memperoleh keringanan pajak, memperoleh insentif dari pemerintah, serta meningkatkan citra dan reputasi bisnis mereka di mata pelanggan. Namun, sebagai PKP, perusahaan juga harus mematuhi kewajiban perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan selalu memperbarui status mereka sebagai PKP secara berkala.

Omzet PKP

Omzet PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah omzet atau jumlah penjualan yang mencapai batas tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Batas omzet ini berbeda-beda tergantung pada jenis usaha yang dijalankan oleh perusahaan.

Untuk usaha perdagangan dan jasa, batas omzet PKP adalah sebesar Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan untuk usaha manufaktur, batas omzet PKP adalah sebesar Rp 50 miliar per tahun.

Jika perusahaan mencapai batas omzet PKP yang ditetapkan oleh pemerintah, maka mereka wajib mendaftar sebagai PKP dan melakukan pemungutan dan pelaporan PPN secara rutin kepada pemerintah.


Namun, jika perusahaan belum mencapai batas omzet PKP, maka mereka akan diidentifikasi sebagai NON PKP atau wajib pajak badan usaha yang tidak terdaftar sebagai PKP. Sebagai NON PKP, perusahaan tidak diwajibkan untuk menerapkan dan menyetor PPN ke pemerintah, namun mereka masih harus membayar pajak atas penghasilan atau keuntungan yang mereka dapatkan dari operasi bisnis mereka.

Perusahaan yang sudah terdaftar sebagai PKP juga dapat kehilangan status PKP jika omzet mereka turun di bawah batas omzet yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika ini terjadi, perusahaan akan diidentifikasi sebagai NON PKP dan tidak lagi diwajibkan untuk menerapkan dan menyetor PPN ke pemerintah.

Dalam prakteknya, pemahaman tentang omzet PKP dan NON PKP sangat penting bagi pengusaha untuk memastikan bahwa mereka mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku dan menghindari sanksi dari pemerintah.

Kewajiban PKP


Sebagai PKP atau Pengusaha Kena Pajak, perusahaan memiliki beberapa kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Beberapa kewajiban tersebut antara lain:

1. Pemungutan PPN : PKP wajib memungut PPN atau Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan barang dan jasa yang mereka lakukan kepada pelanggan. Besaran PPN yang harus dipungut adalah sebesar 10% dari harga jual barang dan jasa yang ditambahkan pada faktur atau kwitansi.

2. Pelaporan Pajak Secara Berkala : PKP wajib melaporkan pajak bulanan dan tahunan secara berkala kepada pemerintah. Pelaporan ini harus dilakukan dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Penyetoran PPN : PKP wajib menyetor PPN yang telah dipungut dari pelanggan ke kas negara secara rutin dan tepat waktu. Penyetoran PPN harus dilakukan melalui bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

4. Mendaftarkan Diri Sebagai PKP : PKP wajib mendaftarkan diri sebagai PKP ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperbarui status mereka secara berkala.

5. Menyimpan Bukti Pemungutan dan Penyetoran PPN : PKP wajib menyimpan bukti pemungutan dan penyetoran PPN selama 10 tahun dan menyediakannya untuk inspeksi oleh pemerintah.

6. Membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh) : PKP wajib membayar PPh atau Pajak Penghasilan Badan atas penghasilan atau keuntungan yang diperoleh dari operasi bisnis mereka.

Jika PKP tidak mematuhi kewajiban perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka mereka dapat dikenakan sanksi dan denda. Oleh karena itu, penting bagi PKP untuk memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan benar dan tepat waktu.

Kewajiban NON PKP


Meskipun NON PKP atau wajib pajak badan usaha yang tidak terdaftar sebagai PKP, mereka tetap memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Beberapa kewajiban tersebut antara lain:

1. Membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh) : NON PKP wajib membayar PPh atau Pajak Penghasilan Badan atas penghasilan atau keuntungan yang diperoleh dari operasi bisnis mereka. Besaran PPh yang harus dibayar tergantung pada jumlah penghasilan atau keuntungan yang diperoleh.

2. Melaporkan SPT Tahunan : NON PKP wajib melaporkan SPT Tahunan atau Surat Pemberitahuan Tahunan kepada pemerintah. SPT Tahunan ini berisi informasi tentang jumlah penghasilan atau keuntungan yang diperoleh, besaran PPh yang harus dibayar, dan informasi lain yang diminta oleh pemerintah.

3. Menyimpan Bukti Transaksi dan Laporan Keuangan : NON PKP wajib menyimpan bukti transaksi dan laporan keuangan selama 10 tahun dan menyediakannya untuk inspeksi oleh pemerintah.

4. Mengikuti Peraturan Perpajakan yang Berlaku : NON PKP wajib mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku dan mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait pembayaran pajak dan pelaporan keuangan.

Jika NON PKP tidak mematuhi kewajiban perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka mereka dapat dikenakan sanksi dan denda. Oleh karena itu, penting bagi NON PKP untuk memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan benar dan tepat waktu.

Kesimpulan

Dalam dunia perpajakan, PKP dan NON PKP adalah dua kategori wajib pajak yang berbeda. PKP adalah wajib pajak badan usaha yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak, sedangkan NON PKP adalah wajib pajak badan usaha yang tidak terdaftar sebagai pengusaha kena pajak.

Baca juga :  Perubahan Status PT Perorangan Ke PT Biasa, emang bisa?

Sebagai PKP, badan usaha memiliki kewajiban untuk mengumpulkan PPN dari konsumen dan menyetorkannya ke pemerintah. Selain itu, PKP juga wajib membayar PPh atas penghasilan atau keuntungan yang diperoleh dari operasi bisnis mereka dan melaporkan SPT Tahunan kepada pemerintah. PKP juga diharuskan untuk menyimpan bukti transaksi dan laporan keuangan serta mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku.


Sementara itu, NON PKP juga memiliki kewajiban perpajakan meskipun tidak terdaftar sebagai PKP. Kewajiban NON PKP meliputi pembayaran PPh atas penghasilan atau keuntungan yang diperoleh dari operasi bisnis mereka, melaporkan SPT Tahunan, menyimpan bukti transaksi dan laporan keuangan selama 10 tahun, dan mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku.

Dalam kesimpulannya, baik PKP maupun NON PKP memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar dan tepat waktu. Kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan sangat penting untuk menjaga kepatuhan pajak dan menghindari sanksi dan denda yang mungkin dikenakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, wajib pajak harus memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan benar dan tepat waktu untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.